Selasa, 24 Juli 2012

MARHABAN YA RAMADHAN


Dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan, para ulama menyambutnya dengan ungkapan "Marhaban Ya Ramadan" yang artinya "Selamat Datang Ramadhan".

Ungkapan selamat datang dengan mengucapkan "Marhaban" yang terambil dari kata "rahb" yang berarti "luas" atau "lapang" untuk menggambarkan bahwa bulan Ramadan disambut sebagai tamu, diterima kedatangannya dengan lapang dada, penuh kegembiraan dan kebahagiaan.

Di dalam Alquran disebutkan, Allah mewajibkan kepada orang-orang yang beriman untuk berpuasa di bulan Ramadan. Perintah untuk melaksanakan puasa ditegaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:

Yaa ayyuhallaziina aamanuu kutiba 'alaikummusshiyaamu kamaa kutiba 'alallaziina min qablikum la'allakum tattaquun yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".


Puasa Ibadah Paling Tua

Mahmud Syaltut, cendekiawan Muslim yang lahir di Mesir, 1893 dan wafat 1963, dalam bukunya "Islam, Aqidah wa Syariah" (Juz 1) mengemukakan bahwa puasa merupakan ibadah yang paling tua usianya karena pernah diwajibkan Allah kepada bangsa-bangsa terdahulu.

Sejarawan Muslim legendaris dan pakar Tafsir, Ismail bin Katsir atau yang populer dengan sebutan Ibnu Katsir yang lahir di Busra, Suriah 1301 H dan wafat 1372 H di Damaskus, mengemukakan bahwa ajaran puasa sudah ada sejak zaman Adam dan Hawa. Menurut dia, Nabi Adam berpuasa selama tiga hari setiap bulan sepanjang tahun. Ada pula yang mengatakan, Nabi Adam berpuasa pada 10 Muharram sebagai rasa syukur karena bertemu dengan isterinya, Hawa, di Arafah.

Menurut riwayat, Nabi Nuh, diperintahkan berpuasa selama tiga hari setiap bulan sepanjang tahun, seperti puasanya Nabi Adam. Nabi Nuh juga memerintahkan kaumnya untuk bertobat dan menyembah Allah serta berpuasa ketika mereka berbulan-bulan hidup terkatung-katung di dalam perahu besar di tengah samudera luas akibat bencana banjir besar.

Demikian juga halnya, Nabi Ibrahim, yang dikenal dengan sebutan "khalilullah" (kekasih Allah) terkenal rajin berpuasa, terutama ketika hendak menerima wahyu dari Allah, yang kemudian dijadikan suhuf Ibrahim. Puasa Nabi Ibrahim, kemudian diikuti puteranya Nabi Ismail, yang terkenal sangat saleh dan taat beribadah.

Demikian pula Nabi Ya'kub, sebagai orang tua dan rasul, sangat rajin berpuasa, terutama untuk keselamatan para puteranya. Kebiasaan puasa Nabi Ya'kub dilanjutkan putera kesayangannya Nabi Yusuf, ketika berada dalam penjara dan saat menjadi Menteri Perekonomian di Mesir, selalu berpuasa. Dia berkata: "Karena aku khawatir apabila aku kenyang, nanti aku akan melupakan fakir miskin".

Juga Nabi Yunus berpuasa dari makan dan minum saat berada dalam perut ikan besar selama beberapa hari, kemudian berbuka setelah dimuntahkan kembali dari dalam perut ikan 'Nun'. Dikisahkan, untuk berbuka, Nabi Yunus memakan semacam buah labu yang tumbuh di tepi pantai.

Perintah puasa itu terdapat di dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan di dalam semua kitab suci lain. Nabi Daud misalnya, puasa selang seling yaitu setiap dua hari sekali berpuasa. Puasa semacam itu, sampai saat ini masih ada yang mengamalkannnya.

Nabi Musa, juga melaksanakan puasa seperti disebutkan dalam Perjanjian Lama (Keluaran 34:29) “Musa berada disana ber-sama-sama dengan Tuhan 40 hari 40 malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air dan ia menuliskan pada Loh itu segala perkataan perjanjian," yang kemudian dikenal 10 Firman Tuhan atau “Ten Commandments“.


Tujuan Puasa

Puasa Ramadan yang diperintakan Allah untuk dilaksanakan mempunyai tujuan yang agung yaitu untuk membangun orang-orang mukmin supaya menjadi hamba yang bertakwa (la’allakum tattaquun).

Dalam Alquran, tidak kurang dari 251 kali kata "takwa". Banyaknya kata "takwa" dalam Alquran menunjukkan pentingnya “takwa” diwujudkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Disebutkan dalam Alquran yang artinya "Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya saling kenal-mengenal, Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah ialah yang paling bertaqwa" (Q. Surat al-Hujurat ayat 13).

Makna sederhana daripada orang yang bertaqwa ialah orang yang mengamalkan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Hal itu sesuai perintah Allah dalam Alquran, surah al-Baqarah ayat 208, supaya orang-orang mukmin masuk ke dalam Islam secara menyeluruh (totalitas) "udkhulu fissilmi kaffah“. Dengan demikian, orang yang bertakwa ialah yang mengamalkan ajaran Islam secara totalitas, yang bagi orang-orang hukum sering menyebut “Ahkamul Khamsah“ (hukum yang lima) yaitu wajib, haram, sunah, makruh dan mubah.

Selain itu, Allah menjelaskan ciri-ciri orang yang bertaqwa, seperti disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 2-5 dan surat Ali Imran ayat 133-135 yaitu:

1. Orang-orang yang Beriman kepada yang gaib.
2. Orang-orang yang mendirikan shalat.
3. Orang-orang yang menafkahkan sebagian rezeki yang dikaruniakan kepadanya.
4. Orang-orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW dan sebelumnya.
5. Orang-orang yang percaya (yakin) kepada hari akhirat.
6. Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang dan sempit.
7. Orang-orang yang menahan amarahnya.
8. Orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain.
9. orang-orang yang apabila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya, mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosanya.
10. Dan mereka yang tidak meneruskan perbuatan kejinya itu.


Kesimpulan

Orang-orang yang beriman menyambut datangnya bulan Ramadan dengan berpuasa sebulan penuh, menjalankan salat lima waktu dengan teratur dan “khusyu”, melaksanakan salat tarawih, banyak bersedekah, berzakat, membaca Alquran dan memahami makna dan kandungannya.

Dengan berlatih mengamalkan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, orang-orang mukmin setelah menjalankan ibadah puasa, insya Allah memperoleh kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah yaitu derajat “taqwa“. Kedudukan mulia itu, setelah bulan Ramadan diharapkan memancarkan kebaikan dan kemuliaan yang semakin besar dan banyak di lingkungan masyarakat, bangsa dan negara.

Selain itu, kedudukan mulia yang diraih sebagai hamba yang bertakwa, dapat mengibarkan harapan baru, semangat baru, dan menjadi obor penerang serta pemandu masyarakat, bangsa dan negara, menuju kebangkitan dan kemajuan seluruh bangsa Indonesia.

Semoga Ramadan yang penuh keberkahan dan kemuliaan itu, dapat diisi dengan berbagai amalan vertikal dan horizontal yang menjadikan orang-orang mukmin meraih derajat ketakwaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar